Tuesday, June 10, 2008

Suku Bunga Penjaminan LPS

Oleh : Hari Prasetya

Berdasarkan Guidance for Developing Effective Deposit Insurance Systems”, The Financial Stability Forum (FSF), 2001), disebutkan bahwa ”In some countries, the public policy objectives lead to the exclusion of deposits that carry excessively high interest rates. These deposits may be excluded in order to discourage weak institutions from being able to bid away deposits from stronger, more prudently managed institutions”.

Sebagai aplikasi dari pedoman tersebut, beberapa penjamin simpanan menetapkan maksimum suku bunga penjaminan (reference rate) secara periodik sebagai pembatas antara suku bunga yang wajar dengan yang dianggap berlebihan (excessive). Setidaknya terdapat 2 hal yang ingin dicapai dengan penetapan maksimum suku bunga penjaminan tersebut, yakni mencegah moral hazard bankir dan membatasi eksposure bagi penjamin simpanan.

Tanpa adanya maksimum suku bunga penjaminan, bankir akan mendapat insentif untuk mengerahkan dana masyarakat dengan menawarkan suku bunga yang tinggi sementara biaya kegagalan banknya dialihkan kepada penjamin simpanan. Dalam kasus yang lebih buruk, adanya maksimum suku bunga penjaminan diharapkan dapat mencegah adanya praktek tidak sehat dimana bank bermasalah dapat “menarik” simpanan di bank lain yang sehat dengan menjanjikan suku bunga yang tinggi.

Iming-iming tersebut dapat efektif menarik nasabah untuk mengalihkan dananya karena selain mendapat suku bunga tinggi, simpanannya tetap dijamin. Kondisi terburuk yang terbayangkan adalah terjadi potensi pemindahan dana dalam jumlah besar dari bank yang sehat kepada bank bermasalah. Pada akhirnya, kondisi tersebut akan dapat mengganggu stabilitas sistem perbankan secara keseluruhan.

Beberapa penjamin simpanan hanya menjamin pokok simpanan saja, namun umumnya penjaminan simpanan meliputi pokok dan bunga. Penetapan maksimum suku bunga penjaminan dapat menjadi upaya penjamin simpanan untuk menyeleksi dan membatasi eksposure yang dihadapinya. Tanpa maksimum suku bunga penjaminan, penjamin simpanan harus membayar semua klaim penjaminan simpanan, termasuk yang mempunyai suku bunga tidak wajar, berikut bunga berapapun besarnya.

Suku Bunga Penjaminan Blanket Guarantee

Pada saat penjaminan simpanan masih dilakukan Pemerintah (Januari 1998 sampai dengan 22 September 2005), penetapan maksimum suku bunga penjaminan dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal tersebut didasari pertimbangan bahwa pada saat penjaminan masih meliputi seluruh kewajiban bank (blanket guarantee), penetapan maksimum suku bunga penjaminan dapat berpengaruh besar pada industri perbankan dan sistem pembayaran. Untuk itu, penetapan maksimum suku bunga penjaminan perlu diselaraskan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai pengawas bank dan otoritas moneter.

Maksimum suku bunga penjaminan dihitung dengan cara menambah atau mengurangi dasar perhitungan suku bunga dengan suatu margin tertentu. Dalam kurun waktu penjaminan blanket guarantee, dasar perhitungan suku bunga untuk simpanan rupiah mengalami beberapa kali perubahan, pada awalnya digunakan suku bunga JIBOR, kemudian suku bunga SBI 3 bulan, dan akhirnya BI Rate.

Besarnya margin yang ditambahkan atau dikurangkan terhadap dasar perhitungan tersebut bervariasi dari waktu ke waktu sesuai kebijakan Bank Indonesia. Besarnya margin yang berlaku untuk suatu periode tertentu ditetapkan dalam surat edaran Bank Indonesia. Sebagai contoh, pada bulan Agustus 2001 margin suku bunga simpanan sebesar plus 400 basis poin (SE Nomor 3/19/DPNP, 14 Agustus 2001), sedangkan pada Januari 2005 margin suku bunga simpanan 1 bulan sebesar minus 5 basis poin (SE Nomor 7/2/DPM, 28 Januari 2005).

Suku Bunga Penjaminan LPS

Sejak tanggal 22 September 2005, penetapan maksimum suku bunga penjaminan dilakukan oleh LPS. Hal tersebut sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 37 Peraturan LPS Nomor 1/PLPS/2005 yang kemudian diganti dengan Pasal 38 Peraturan LPS Nomor 1/PLPS/2006 tentang Program Penjaminan Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan LPS Nomor 1/PLPS/2007.

Ketentuan dalam PLPS tersebut merupakan pengaturan lebih lanjut dari Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) yang mengatur bahwa klaim penjaminan dinyatakan tidak layak bayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi:
a. data simpanan nasabah dimaksud tidak tercatat pada bank;
b. nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau
c. nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat.

Dalam penjelasan Pasal 19 huruf b tersebut dinyatakan bahwa nasabah penyimpan yang merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar misalnya nasabah yang memperoleh hasil bunga jauh di atas tingkat pasar. Ketentuan lebih lanjut mengenai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar diatur dengan Peraturan LPS. Dalam PLPS diatur bahwa nasabah penyimpan dinyatakan sebagai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar antara lain apabila nasabah tersebut memperoleh suku bunga melebihi maksimum suku bunga penjaminan yang ditetapkan LPS.

Pengaruh Penetapan Suku Bunga Penjaminan

Penetapan suku bunga penjaminan akan dapat berpengaruh terhadap suku bunga simpanan yang ditetapkan oleh bank dan kemudian terhadap besarnya biaya dana (cost of fund). Sehingga semakin tinggi suku bunga penjaminan semakin besar pula biaya dana yang diperlukan bank untuk mempertahankan/menarik dana masyarakat.

Bank-bank tertentu dapat memberikan suku bunga simpanan yang relatif lebih rendah karena bank tersebut mempunyai keunggulan kompetitif misalnya dari aspek pelayanan (kantor cabang/ATM yang lebih banyak, atau akses dan transaksi perbankan yang lebih mudah), atau dari aspek keuangan (bank mempunyai likuiditas berlebih atau sumber dana murah yang relatif lebih banyak).

Sebaliknya, bank-bank tertentu memberikan suku bunga deposito yang mendekati atau sama dengan maksimum suku bunga penjaminan karena bank tersebut tidak mempunyai keunggulan untuk mempertahankan/menarik dana masyarakat. Kondisi tersebut dapat pula merupakan indikasi bank yang bersangkutan sedang membutuhkan likuiditas. Pola yang lazim selama ini bank umum menawarkan suku bunga deposito rata-rata 2% – 3% lebih rendah dari maksimum suku bunga penjaminan yang ditetapkan LPS. Sedangkan suku bunga tabungan dan giro pada umumnya lebih rendah lagi dibandingkan dengan suku bunga deposito.

Pengaruh suku bunga penjaminan terhadap biaya dana sangat tergantung dari proporsi deposito pada bank tersebut terhadap sumber pendanaan lain seperti tabungan dan giro. Deposito seringkali disebut sumber dana mahal, sedangkan tabungan dan giro dianggap sumber dana murah.

Berdasarkan data per 31 Maret 2008, dari total simpanan masyarakat sebesar Rp1.483 triliun proporsi simpanan yang berbentuk giro berjumlah Rp 382 triliun (25,7 %), tabungan berjumlah Rp 428 triliun (28,9%), dan deposito berjumlah Rp 673 triliun (45,4%). Apabila komposisi tersebut relatif sama dalam beberapa tahun, maka secara statistik sebenarnya suku bunga penjaminan hanya akan berpengaruh terhadap kurang dari separuh simpanan yang yang ada pada industri perbankan.

BI Rate

Dalam penetapan suku bunga penjaminan, salah satu indikator yang dipertimbangkan adalah BI Rate. BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter. Sebelum 9 Juni 2008, BI Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1 bulan hasil lelang operasi pasar terbuka (OPT) sama dengan atau berada di sekitar BI Rate. Sejak 9 Juni 2008, sasaran OPT diubah dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Dengan perubahan tersebut, Bank Indonesia akan menjaga pergerakan suku bunga PUAB berada pada kisaran plus minus 3% dari BI Rate.

Pertimbangan utama penetapan BI rate adalah menjaga agar tingkat inflasi pada periode tertentu konsisten dengan tingkat inflasi yang telah ditargetkan (anchoring inflation expectations). Berdasarkan pertimbangan tersebut, perubahan BI Rate dilakukan jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.

Sejak mulai ditetapkan oleh LPS pada akhir bulan September 2005, suku bunga penjaminan simpanan di bank umum selalu berkisar atau sama dengan BI Rate dengan maksimum perbedaan sebesar plus 75 basis poin pada bulan Nopember 2005 dan minus 25 basis poin pada bulan Maret, April, dan Juli 2006.

Catatan Akhir

Dengan jumlah simpanan yang dijamin maksimal sebesar Rp100 juta dan proporsi simpanan dalam bentuk deposito sebesar 45,4%, maka sebenarnya pengaruh suku bunga penjaminan terhadap pertimbangan nasabah sudah sangat terbatas. Suku bunga penjaminan hanya akan dipertimbangkan oleh nasabah yang mempunyai rekening deposito dan jumlah saldonya pada setiap bank kurang dari Rp100 juta.

Nasabah yang mempunyai rekening tabungan atau giro tidak memperhatikan maksimum suku bunga penjaminan karena mereka tidak mempunyai posisi tawar yang kuat terhadap bank untuk menentukan suku bunga tabungan atau gironya. Sehingga mereka pasrah saja berapa suku bunga yang diberikan oleh bank. Sedangkan nasabah penyimpan yang mempunyai rekening deposito namun jumlahnya (jauh) lebih besar dari Rp100 juta juga tidak akan terlalu memperhatikan maksimum suku bunga penjaminan karena hanya sebagian kecil simpanannya (hanya Rp 100 juta) yang dijamin.

Sejak Pakto 1988, Bank Indonesia memberi kebebasan kepada bank untuk menetapkan suku bunga kredit dan suku bunga simpanan. Penetapan suku bunga tersebut sepenuhnya menjadi diskresi bank berdasarkan kondisi dan strategi masing-masing bank. BI Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter dan digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI 1 bulan hasil lelang operasi pasar terbuka (atau suku bunga PUAB) sama dengan atau berada di sekitar BI Rate.

Bagi industri perbankan, BI rate dijadikan referensi dan pertimbangan dalam strategi penempatan dananya (aset pada sisi kiri neraca) untuk ditempatkan pada SBI atau disalurkan dalam bentuk kredit. Sedangkan maksimum suku bunga penjaminan dijadikan referensi dan pertimbangan bagi bank dalam strategi pengerahan dana masyarakat (kewajiban pada sisi kanan neraca). Bagi bank yang mempunyai banyak sumber pendanaan murah dalam bentuk tabungan dan giro, mereka cenderung tidak menggunakan suku bunga sebagai bagian strategi pengerahan dana masyarakat. Selain itu, bagi nasabah yang simpanannya jauh lebih besar daripada yang dijamin LPS, maksimum suku bunga penjaminan tidak lagi menjadi pertimbangan dalam penempatan dananya.

No comments: